Sesungguhnya kami telah menawarkan amanah
kepada langit, bumi, dan gunung, akan tetapi mereka enggan dan merasa berat
untuk menerimanya (lalu kami tawarkan kepada Manusia) maka manusiapun
menyanggupi untuk memikulnya, sesungguhnya Manusia itu zalim dan bodoh
(Al-ahzab:72)
Ayat diatas
menjelaskan tentang kesanggupan Manusia untuk memegang suatu amanah yang
diberikan oleh Allah. Manusia dengan kapasitas yang dimilikinya mampu mengemban
amanah sebagai pembawa misi Ilahiyat untuk
mengatur kehidupan dimuka bumi. Kesanggupan untuk mengemban amanah ini karena
manusia memiliki kebebasan berkehendak dan bertanggungjawab sebagai konsekuensi
logis dari kebebasan yang dimilikinya, sedangkan langit, bumi, dan gunung, sama
sekali tidak memiliki kebebasan berkehendak karena semuanya telah direkayasa
oleh Allah sehingga mereka berbuat berdasarkan sunnatullah.
Menurut iqbal
kebebasan merupakan prasyarat untuk menghasilkan kebaikan. Menurutnya makhluk
yang telah ditentukan geraknya, ibarat sebuah mesin tidak mungkin menghasilkan
kebaikan. Sedangkan Fazlurrahman terlebih dulu menyatakan bahwa manusia adalah
ciptaan Allah yang memiliki posisi unik. Ia diberi kebebasan berkehendak agar
ia dapat menyempurnakan amanahnya sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Wujud dari
relisasi amanah itu sendiri adalah berupa tegaknya bangunan peradaban kehidupan
yang bermoral. Sebaliknya realisasi amanah yang tidak berorientasikan pada
tegaknya moralitaas dalam kehidupan social masyarakat dianggap sebagai bentuk
pengkhianatan atas amanah ini.
Sungguh Allah
telah menjadikan Manusia sebagai Makhluk yang terhormat dan memiliki derajat
tertinggi diantara Makhluk-makhluk Allah yang lain. Namun apa yang terjadi hari
ini sungguh sangat berbeda. Di kampus yang merupakan kawah candradimukanya
kehidupan dan laboratorium penghasil Insan-insan pembawa misi peradaban ini
telah terjadi proses pengkhianatan atas amanah yang diberikan Allah kepada
Manusia.
Sayangnya hal ini terjadi saat
momentum program pengenalan akademik(PPA). Suatu program yang seharusnya untuk
mengenalkan kehidupan akademik kampus kepada Mahasiswa baru ternyata telah
disalahgunakan oleh para senior (mahasiswa lama) sebagai ajang untuk
memperbudak mahasiswa baru. Iya fenomena yang terjadi kemaren pantas untuk
disebut sebagai ajang perbudakan.
Bentakan, teriakan, dan hukuman
yang irrasional adalah suatu sikap para Tuan kepada para Budak. Apalagi dengan
adanya suatu pasal yang berlaku pada setiap momentum PPA yang berbunyi: “Senior
selalu benar dan yunior selalu salah, apabila senior salah maka kembali ke
pasal satu”. Pasal ini lebih menguatkan lagi argumentasi sebelumnya bahwa PPA
adalah ajang perbudakan, dimana seorang Tuan tidak bisa salah, dan ketika si
tuan salah maka yang berhak untuk disalahkan adalah si budak.
Didalam PPA, Mahasiswa baru tidak
bisa berbuat kecuali atas perintah seniornya. Jangankan berbuat diluar perintah
senior, menyatakan ketidaksepakatan atas perintah senior merupakan bentuk
pelanggaran dan pantas untuk dihukum. Ini disadari atau tidak telah mencabut
hakikat Manusia sebagai Makhluk merdeka
dan sebagai warga Indonesia telah menghianati amanah Undang-Undang 45 yang
berbunyi, Bahwa sesungguhnya kemerdekaan
itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia
harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
(pembukaan UUD 1945 alinea pertama)
Mahasiswa merupakan generasi muda
yang pada fasenya memerlukan suasana bebas dan merdeka untuk pembentukan dan
pengembangan dirinya. Bukan bentakan dan teriakan yang mendekonstruksikan
mental mahasiswa dan membelenggu kreatifitas Mahasiswa. Padahal Mahasiswa dan
kualitas yang dimilikinya menduduki kelompok elit dalam generasinya. Sifat
kepeloporan, keberanian, dan kritis adalah ciri dari kelompok elit generasi
muda. Sifat kepeloporan, keberanian, kritis, yang harus diperankan Mahasiswa
bisa dilaksanakan apabila mereka dalam suasana bebas merdeka dan demokratis
obyektif dan rasional. Sikap ini adalah yang progresif sebagai ciri daripada
seorang intelektual. Sikap atas kejujuran keadilan dan obyektifitas sebagai
fondasi dalam membangun tatanan kehidupan yang lebih baik. namun Sangat
disayangkan, Mahasiswa yang merupakan kaum intelektual Harapan Masyarakat Indonesia ternyata telah tercerabut dari akar
kemanusiaannya.
Akhirnya kami teringat dengan
mars mahasiswa yang salah satu baitnya berbunyi bahwa Mahasiswa adalah pewaris
peradaban. Pertanyaanya adalah, peradaban seperti apa yang akan dibangun oleh
mahasiswa. Apakah peradaban feodalistik yang tidak bermoral? Dan jika itu
terjadi maka sesungguhnya Mahasiswa bukanlah pewaris peradaban namun lebih
pantas disebut sebagai penghancur peradaban.
Oleh : Adhi Nurseto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar