Welcom to...........

HMI Komisariat Ahmad Dahlan I (ADI)

Minggu, 01 Januari 2012

IDEOLOGI “Dari Kesadaran Naif Menuju Gerakan Pembebasan”


Refleksi Kajian Ideologi Seminggu Sekali Komisariat Ahmad Dahlan I Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Sukoharjo tentang pengantar Ideologi dan ideologi dalam pemikiran Ali Shariati, dan Obrolan di Wedangan Hik.

Berawal dari ide untuk membahas kajian ideologi seminggu sekali (KISS) Bidang Penelitian dan Pengembangan Anggota Komisariat Ahmad Dahlan I. Dengan tema awal mengkaji pengantar ideologi yang dilaksanakan pada hari”selasa 5 April 2011, bertempat di komisariat Ahmad Dahlan I”. dalam diskusi ini di uraikan tentang pengertian dari ideologi itu sendiri yaitu kata “ ide” yang berarti konsep, gagasan, pemikiran, keyakinan, dan “logos” yang berarti logika, ilmu, pengetahuan atau sebagai pengetahuan tentang keyakinan atau cita-cita. Dalam hal ini ideologi terdiri atas keyakinan dan cita-cita suatu kelompok tertentu, kelas sosial, bangsa atau suatu ras. Oleh karenanya seorang ideolog harus dapat membela dari ideologi atau keyakinanya itu. Dan ideologi juga dapat di maknai sebagai akidah bagi seseorang penganutnya. Sehingga ideologi dapat dibedakan dalam tataran senagai wordview dan dalam tataran praksis. Ideologi ini juga tidak akan berbuah sebagai tujuan atau cita-cita bila tidak perangkatnya yaitu sebuah politik dan strategi. Sehingga berbicara tentang sebuah ideologi tidak lepas dari kerangka politik sebagai bagian dari komponen mencapai tujuanya.
Berbeda dengan ilmu yang merupakan hasil citra pemikiran manusia tentang alam yang konkrit. Ataupun merupakan hubungnan antara manusia yang tahu dan apa yang diketahui. Ilmu berhubungan dengan detail-detail relasi, dan proses yang ada diantara bermacam benda dan fenomena pada dunia fisik
Ilmu dan metodologi yang menyangkut evaluasi ada dua istilah yang sering dibaurkan bersama, yaitu judgement de faite dan judgment de valeur. Yang pertama menunjukan suatu penilaian dan penimbangan realitas eksternal yang merupakan suatu faite, yang menerangkan substansi, karakteristik dari berbagai fenomena eksternal. Menyelidiki sesuatu yang riil dan konkret dan menyatakan seuatu iti adalah begini atau begitu. Dan tahab kedua tahab pemberian penilaian yang menyangkut watak dan kualitas suatu fenomena, dengan kebaikan atau keburukan, manfaat atau tidak. Tahab yang kedua yaitu “judgment de vaire”, mengklasifikasikan fakta-fakta ke dalam nilai-nilai yang dapat diterima atau di tolak. Ini adalah tahab ideologi yang melibatkan dalam menghadapi problematika dan isu dalam pengertian, bagaimana memanfaatkan, memecahkan atau menelaaahnya.
Dalam ideologi memiliki keyakinan melalui tiga tahapan: tahab pengungkapan fenomena, analisis, dan kritis atau (kritik ideologi dari dalam kerangka ideologi yang kontradiksi). Sedankan menurut Ali Syariati tiga tahapan itu:
1.      Tahapan kita melihat dan menangkap fenomena alam semesta, ekstistensi dan manusia.
2.      Terdiri atas cara khusus dalam kita memahami dan menilai semua benda dan gagasan atau ide-ide yang membentuk lingkungan sosial dan mental.
3.      Mencakup usulan-usulan, metode-metode, berbagai pendekatan dan keinginan-keinginan yang kita manfaatkan untuk mengubah staus quo yang kita tidak puas. Dalam hal ini ideologi mulai menjalankan missinya dengan memberikan dukungan, tujuan, cita – cita dan rencana praktis sebagai dasar perubahan dan kemajuan kondisi sosial yang diharapkan.
Ideologi pada hakekatnya mencakup keyakinan-keyakinan, tanggug jawab dan komitmen. Dan lahir dari kemanusiaan pada umumnya.
Kaitanya ideologi dengan agama akan beririgan dan atau akan bertentangan sebagai mana manusia memaknai suatu agama. Agama tidak ideologi atau bertentangan bila agama seperti pengertian menurut Durkhaem, yaitu agama merupakan suatu kumpulan kepercayaan turun temurun dan perasaan-perasaan individual, suatu imitasi terhadap upacara-upacara, atauran-aturan, kebiasaan-kebiasaan agama dan praktek yang sudah berurat berakar dari generasi atau ke generasi selanjutnya. Agama seperti ini timbul dari tradisi-tradisi atau menunjukan spririt kolektif yang tidak mengejawantahkan spirit atau cita-cita sebenarnya dari kemanusiaan. Atau hal ini dalam bahasa NDP HMI kepercayaan yang salah akan mentradisi dan membuat stagnan kemajuan peradapan. Dan kepercayaan yang benar akan menghasilkan tata nilai guna menopang kemajuan suatu peradaban.
Sedang agama yang sejalan dengan ideologi yaitu suatu keyakinan yang dipilih secara sadar untuk menjawab keperluan-keperluan yang timbul dan memecahkan masalah-masalah dalam suatu masyarakat. Dibutuhkan untuk mengarahkan suatu masyarakat atau suatu bangsa dalam mencapai cita-cita yang mereka dambakan dan yang mereka perjuangkan.
Sebagaimana yang tertuang dalam pedoman perkaderan disebutkan bahwa definisi tentang dimensi kekhalifahan sebagaimana yang diinginkan dari perkaderan HMI meliputi tugas-tugas kenabian untuk membentuk masyarakat yang menjunjung tinggi persaudaraan universal (universal brotherhood), egaliter, demokratis, social justice, dan berperadaban (social civilization) serta istiqomah untuk memperjuangkan pembebasan kaum tertindas (mustadz’afin).
Ideologi tidak lagi ideologi jika telah dikonfesionalisasikan, terlepas itu ideologi yang religius atapun tidak religius. Sebab ideologi dalam tahap yang dipaksakan daripada dipilih tidak lebih dari suatu tradisi sosial, bagian dari kebudayaan, sebabnya ia telah kehilangan misi orisinilnya. Ideologi lahir yang dilandasi unsur memilih dari seseorang atas sebuah kesadaran cerdas dengan intensitas keyakinan seseorang. Sehingga ideologi dapat diibaratkan dengan cinta dan keyakinan dimana seseoarang dapat terbius dan tersedot dan kehidupanya terlingkupi, namun tetap jangan ditafsirkan sebagai suatu penyerahan buta terhadap suatu keyakinan.
Cara manusia mencapai pada sutu ideolgi yaitu dengan sebuah kesadaran khas manusia. Orang yang berpegang teguh pada ideologi yang dipilinya secara sadar inilah yang disebut dengan roushanfikr. Ideologi dan kesadaran inilah yang mencapai pada kesadaran istimewa tentang kehidupan dan jalan bertindak yang jelas, jalan hidup, jalan berfikir dengan cita-cita jelas yang membentuk filsafat hidupnya.
Roushanfikr inilah yang disebut dengan intelektual tercerahkan yang mampu menggerakan suatu kelompok, masyarakat untuk mencapai tujuan yang diharapkan atau berangkat dari sebuah kesadaran naif menjadi gerakan konriit atau membangunkan sebuah kebangkitan melawan suatu sistem kekuasaan tirani yang staus quo yang berlaku opresif (menindas) yang belaku kejam terhadap kemanusian.

Oleh: Supriyono As Soka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar